Rabu, 06 Februari 2008

test post

Untuk Apa Kita Hidup?

Hidup itu ngapain, sih? Pertanyaan ini terus berputar di kepalaku beberapa minggu terakhir ini.

Pertanyaan itu muncul ketika aku merunut kembali kehidupanku. Aku hidup sudah bertahun-tahun. (Hmmm ... hitungan berdasarkan tahun, bahkan abad membuatku ngeri. Nggak disangka, aku sudah bernapas selama itu). Dan sekarang aku juga telah hidup dalam hembusan sahara di negeri kinanah. Tapi kok rasanya nggak ada sesuatu yang istimewa dalam hidupku, ya? Semua berjalan begitu saja. Kadang sedih, kadang senang. Kadang beruntung, kadang sial. Aku juga sering ke masjid, dan terus berdo'a. Tetapi sepertinya aku sudah mengabaikan sebuah pertanyaan yang esensial, yaitu "untuk apa aku hidup?"

Ketika aku melihat orang-orang di sekitarku, aku sering kali mendapati orang-orang yang kebingungan dan tidak tahu bagaimana memaknai hidup. Mereka menjalani rutinitas hidup seperti robot. Bernapas. Makan. Tidur. Berolahraga. Bekerja. Belajar. Dan seterusnya. Mereka tidak tahu mengapa mereka melakukan itu semua. Yang penting hidup, mungkin begitu prinsipnya. Lalu, apakah hidup itu cuma diisi dengan hal-hal seperti itu? Dan apakah aku termasuk orang-orang seperti itu, yang tanpa kusadari menjalani rutinitas tanpa tahu maknanya?

Ya, untuk apa kita hidup? Untuk sekolah supaya pintar? Untuk bekerja dari pagi sampai sore bahkan sampai malam hari? Untuk mengejar kekayaan? Untuk berdoa sepanjang hari? Untuk membesarkan anak? Lalu apakah itu tujuan akhir dari perjalanan hidup kita?

Apakah setelah melakukan dan mendapatkan itu semua, kita merasa puas dan tidak ingin apa-apa lagi?

Ketika aku membaca buku-buku tentang manajemen hidup, dikatakan bahwa kita harus pandai-pandai mengatur hidup kita. Kita harus merancang masa depan kita sebaik-baiknya. "Aturlah jadwal kegiatan Anda", "Susunlah agenda Anda", "Jagalah kesehatan Anda ", "Binalah hubungan baik dengan semua orang", dan sebagainya. Lalu apakah dengan melakukan itu semua kita akan bahagia? Apakah kita akan mendapatkan kenyamanan hidup?

Ketika aku bertanya kepada seorang teman tentang bagaimana ia memaknai hidup, ia dengan penuh semangat mengatakan bahwa hidup itu adalah pengorbanan. (Oya?)

Mungkin aku termasuk orang yang skeptis. Namun, bagaimanapun juga aku menganggap bahwa semua yang dikatakan oleh buku dan orang-orang itu benar. Ya, semua benar. Mengapa? Karena setiap orang melihat sesuatu yang berbeda-beda, dan karena itulah mereka mengakumulasikan jawaban mereka untuk hal yang mereka lihat dan rasakan.

Setelah merenung-renung selama beberapa hari, akhirnya aku membuat jawaban untuk aku sendiri. Jawaban ini saya buat setelah aku memikirkan akhir kehidupan kita di dunia ini, yakni kematian. Kematian adalah sebuah fenomena yang akan kita hadapi dan kita alami. Dan kita tidak tahu kapan kematian akan menjemput kita. Sepuluh tahun lagi, dua puluh tahun lagi, atau bahkan satu jam lagi (siapa tahu?). Dan menurut hemat aku, setelah kematian kita akan mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita di dunia ini. Untuk mempertanggungjawabkan semuanya itu, kita harus mempersiapkan diri sedari sekarang, yakni dengan berbuat baik kepada setiap orang yang kita jumpai, kepada lingkungan di sekitar kita, dan terutama kepada Dia tempat segala pertanggungjawaban kita ini.

Namun, berbuat baik saja tidak akan cukup. Kita harus mengembangkan diri semaksimal mungkin, mengembangkan talenta yang telah Tuhan berikan, serta menjaga apa saja yang telah Dia percayakan kepada kita. Setelah kita berbuat baik, seturut ajaran-Nya, kita akan siap sewaktu-waktu Tuhan memanggil. Meskipun cita-cita kita belum terwujud, atau keinginan kita belum tercapai, tetapi jika kita telah berbuat baik, aku yakin Tuhan pasti akan senang hati menerima kita. Dia pasti akan menghargai "proses untuk mewujudkan cita-cita kita". Bukankah selama proses itu kita melakukan suatu "tindakan"? Dan satu hal yang penting yang kucatat adalah jika kita melakukan hal yang terbaik, kita akan melakukannya dengan penuh kesadaran dan dengan penuh cinta. Dengan kesadaran itu kita akan dapat selalu menikmati hal-hal kecil yang ada di sekitar kita dan mensyukurinya setiap waktu.

Begitulah makna hidup buatku: Melakukan yang terbaik dengan penuh cinta dan penuh kesadaran untuk diri kita sendiri, orang-orang di sekitar kita, dan untuk selalu memuliakan sang Khalik. Ketika kita benar-benar sadar akan tujuan hidup yang sejati itu dan menghidupi tujuan "MEMULIAKAN TUHAN" saat itulah kita akan benar-benar hidup dan tahu bagaimana seharusnya menghidupi kehidupan.
Semoga dengan tulisanku ini, penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. akan membuahkan pembelajaran serta nuansa baru dari hakekat kehidupan ini. Amien..............
Sekian
Cairo, 01 Juni 2006

sumber : Ikbal Al-amien